Rabu, 16 Desember 2009

Askep gastritis

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis / Askep Gastritis
Gastritis

A. Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau lokal (Soepaman, 1998).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999).
Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.

B. Etiologi

Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
• Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.

• Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui.
Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.

C. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.

2. Gastritis Kronik
Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.

D. Proses Penyakit
• Gastritis akut

Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.

Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.

2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.

• Gastritis kronik

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

E. Komplikasi
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.

2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.

F. Penatalaksaan Medik
1. Gastritis Akut
Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor pompa proton, ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan alkus lambung yang lain). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung.

2. Gastritis Kronik
Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau inhibitor pompa proton.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis

A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.
Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.

2. Test dignostik
o Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.

o Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.

o Pemeriksaan radiology.

o Pemeriksaan laboratorium.

 Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
 Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia megalostatik.
 Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
 Gastroscopy.
Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.

4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :

Tujuan :
Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.

Intervensi :
Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus.


Diagnosa Keperawatan 2. :

Tujuan
Gangguan nutrisi teratasi.

Kriteria Hasil :
Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal.

Intervensi :
Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.

Diagnosa Keperawatan 3. :

Tujuan :
Nyeri dapat berkurang/hilang.

Kriteria Hasil :
Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0.

Intervensi :
Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.


Diagnosa Keperawatan 4. :

Tujuan :
Keterbatasan aktifitas teratasi.

Kriteria Hasil :
K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.

Intervensi :
Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat sesuai dengan indikasi.


Diagnosa Keperawatan 5. :

Tujuan :
Kurang pengetahuan teratasi.

Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.

Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.


D. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
2. Kebutuhan nutrisi teratasi
3. Gangguan rasa nyeri berkurang
4. Klien dapat melakukan aktifitas
5. Pengetahuan klien bertambah.

Askep Leukimia

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakng Masalah

Leukemia merupakan penyakit yang menyerang bagian sumsum tulang yang menyebabkan kerusakan sumsum tulang sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam proses pembentukan darah. Kasus leukemia khususnya di Indonesia banyak ditemui pada laki-laki, sedangkan untuk prognosisnya leukemia akut lebih buruk dibandingkan dengan leukemia kronis karena ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan dan memburuk. (Ns. Abdul Haris Awie, S.Kep, 2008).

Angka kejadian leukemia tidaklah terlalu tinggi. Namun, meskipun angka kejadian leukemia tidaklah terlalu tinggi, penderita leukemia memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Untuk itu peran perawat sangatlah diperlukan baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Melihat begitu kompleks permasalahan leukemia ini dan pentingnya peran perawat dalam penanganan kasus ini, maka perlu dipelajari asuhan keperawatan yang tepat dalam penatalaksanaan pasien dengan leukemia.

B. Tujuan

Dapat memperoleh gambaran mengenai Asuhan Keperawatan klien dengan leukemia secara tepat sehingga pada akhirnya dapat mengimplementasikan Asuhan Keperawatan tersebut dengan benar.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam makalah ini meliputi: Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis, Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan , dan Evaluasi Keperawatan.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yang didasari studi kepustakaan.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulian.

Bab II : Tinjauan Teori yang terdiri atas definisi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan , dan evaluasi keperawatan.

Bab III : Kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Bab II

Tinjauan Teori

A. Definisi

Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001: 175).

Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau terakumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal. (Smeltzer, SC and Bare, B.G, 2002 : 248).

Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi kejaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjor, dkk, 2002 : 495).

Leukemia adalah sekelompok penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi yang tidak terkontrol atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan atau jaringan limfoid. (Basoepan, 2009)

B. Etiologi

  1. Klasifikasi

Leukemia diklasifikasikan atas galur sel yang terkena seperti leukemia limfositik dan mielositik serta diklasifikasikan menurut maturasi sel ganas seperti leukemia akut (sel imatur) dan kronis (Sel terdeferensiasi).

a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia limfositik akut merupakan penyakit dimana sel-sel yang belum matang (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit) berubah menjadi ganas, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang.

b. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Leukemia limfositik kronik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.

c. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

Leukemia mielositik akut adalah penyakit

d. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)

Leukemia mielositik kronik adalah penyakit dimana sebuah sel dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit yang abnormal.

  1. Penyebab Leukemia

Penyebab leukemia sampai saat ini belum banyak diketahui dengan pasti, akan tetapi terdapat factor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

    1. Radiasi Dosis Tinggi : Salah satu sumber radiasi dosis tinggi adalah terapi medis yang menggunakan radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus leukemia bahwa penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia.
    2. Leukemogenik : Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi mempengaruhi frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia industri seperti insektisida dan obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.
    3. Kemoterapi : Pasien kanker lain yang mendapat kemoterapi seperti jenis alkylating agents dapat terkena leukemia dikemudian hari. obat-obat kardiogenik seperti diethyilstilbestrol juga dapat meningkatkan frekuensi timbulnya leukemia.
    4. Kelainan Kromosom : Misalnya pada syndrome down (Suriadi & Rita Yuliani, 2001: 177) dan berbagai kelainan genetic lainnya seperti syndrome fanconi juga dapat meningkatkan resiko kanker.
    5. Human TCell Leukimia Virus (HTLV) : Virus ini menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya leukemia.
    6. Syndroma mielodisplastik : Adalah suatu kelainan pembentuk sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang.

C. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

Normalnya sel-sel sumsum tulang diganti dengan tumor yang malignan, namun karena adanya proliferasi sel blast menyebabkan terjadi keganasan pada sumsum tulang sehingga terjadi depresi sumsum tulang yang mengakibatkan menurunnya produksi eritrosit, leukosit, platelet dan peningkatan tekanan jaringan.

Menurunnya produksi eritrosit pada peristiwa ini menyebabkan terjadinya anemia akibat kurangnya konsentrasi haemoglobin dalam darah. Penurunan produksi juga terjadi pada leukosit, imatur leukosit mengakibatkan terpengaruhnya sistem retikuloendotial yangf menyebakan terjadinya penurunan pertahanan tubuh sehingga mudah mengalami infeksi.

Pada proses depresi ini juga terjadi penurunan platelet yang mengakibatkan terganggunya faktor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan pada penderita leukemia, sedangkan meningkatnya tekanan jaringan mengakibatkan timbulnya nyeri pada tulang dan serta penipisan dan perapuhan tulang sehingga rentan sekali terjadi fraktur fisiologis.

Selain dari mempengaruhi produksi eritrosit, leukosit dan platelet adanya prolferasi sel blast juga menyebabkan adanya infiltrasi pada ekstra medular sehingga terjadi peristiwa organomegali (pembesaran organ) yaitu pada spleen (spleenomegali), liver (hepatomegali), dan noduslimve. Pada peristiwa hepatomegali menyebabkan terjadinya hipermetabolisme dikarenakan sel-sel mengalami kelaparan akibat kompensasi hati yang membesar sehingga mempengaruhi fungsinya sebagai tempat metabolisme makanan. Komplikasi yang fatal akan timbul apabila infeksi yang terjadi tidak segera ditangani.apabila hal itu tidak segera ditangani akan meluas menyerang cairan serebrospinal sehingga terjadi meningitis dan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran.

2. Manifestasi Klinik

a. Anemia

Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah kurang. Penderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah dan terkadang sesak nafas.

b. Terserang Infeksi

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksius. Pada penderita leukemia, produksi sel darah putih tdak sebagaimana mestinya (abnormal) sehingga fungsinya pun menjadi tidak normal. Akibatnya penderita rentan terpapar inveksi virus/bakteri.

c. Perdarahan

Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaksis) atau perdarahan bawah kulit (ptechie). Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.

d. Nyeri Tulang dan Persendian

Hal ini sebagai akibat dari penekanan jaringan dimana hal tersebut diakibatkan oleh sel darah putih memaksa sumsum tulang untuk mendesak padat.

e. Pembesaran Organ Hati dan Limpa (hepatomegali dan spleenomegali)

Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe dan nodus limfe (suriadi, & yuliani R, 2001:175).

f. Gejala-gejala lain yang ditunjukan oleh penderita leukemia adalah kelemahan, kelelahan fisik, sesak nafas, mual, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

3. Komplikasi

a. Fraktur fisiologis akibat dari adanya tekanan pada sumsum tulang.

b. Meningitis apabila terjadi infeksi mencapai sistem saraf pusat.

c. Penurunan kesadaran yang diakibatkan oleh adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak.

D. Penatalaksanaan Medis

1. Mempertahankan sirkulasi oksigen pada pernafasan klien dengan cara pemberian oksigen.

2. Menempatkan klien diruang isolasi untuk mencegah terjadinya infeksi.

3. Memberikan vitamin K dan transfuse darah sesuai golongan darah klien untuk mencegah terjadinya perdarahan berulang dan kekurangan volume darah.

4. Pemberian prosedur kemoterapi yang bertujuan untuk memusnahkan sel leukemia. Tindakan kemoterapi ini terdiri atas tiga fase, antara lain :

a. Fase Induksi

Fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vinecristin dan L-asparaginase.

b. Fase Profilaksis Sistem Saraf Pusat

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, hydrocortisone melalui intraktekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.

c. Fase Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pemberian kemotherapi dilakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Dua kombinasi yang paling umum diberikan adalah “CHOP” dan “CVP”, yang sering dinamai dengan “COP” yaitu kombinasi dari tiga obat kemoterapi, yang terdiri atas ; cyclophosphamide, oncovin (nama dagang untuk vinecristine) dan prednisolon atau prednisone.

5. terapi obat-obatan yang diberikan yaitu : obat antibiotic seperti cefriaxone, cefotaxime, ceftazidime, obat antacid seperti ranitidine, ondancentron dan polisilaine serta obat analgesik seperti asetaminofen,. Pada pasien dengan leukemia usahakan hindari pemberian obat aspirin seperti paracetamol karena dapat perdarahan gastrointestinal.

E. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budia Anna Keliat, 1994).

1. Pengkajian Dasar

a. Aktifitas ; adanya keluhan tubuh terasa lemah dan mudah lelah, ketidakmampuan klien untuk memenuhi aktifitas dan latihansehari-hari seperti biasanya, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.

b. Sirkulasi ; adanya tanda palpitasi, takikardi, murmur pada jantung, kulit atau membrane mukosa pucat dan defisit saraf kranial.

c. Integritas Ego ; adanya perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan, depresi, menarik diri, ansietas dan takut.

d. Makanan/Cairan ; penurunan nafsu makan, adanya keluhan mual/muntah dan penurunan berat badan.

e. Neurosensori ; adanya keluhan pusing, kesemutan, parestesia, otot mudah terangsang dan aktifitas kejang.

f. Eliminasi ; terdapat perdarahan pada sistem eliminasi seperti melena (terdapat darah pada feses) .

g. Kenyamanan/Nyeri ; adanya keluhan nyeri pada daerah abdomen dan nyeri pada tulang atau sendi.

h. Pernafasan ; nafas pendek dengan kerja minimal, dispnea, takipnea serta penurunan bunyi nafas.

i. Keamanan ; riwayat infeksi saat ini, perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal, demam, infeki, perdarahan gusi, ptechie, pirpura, epitaksis, pembesaran nodus limfe, limpa dan hati.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Biopsi sumsum tulang untuk menemukan sel blast, biasanya pada penderita leukemia akan ditemukan 25% sel blast, penemuan ini untuk memperkuat diagnosis. Biopsi sumsum tulang merupakan pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker yang nantinya dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya sel blast dalam sumsum tulang, biasanya pengangkatan dilakukan pada tulang belakang atau tulang besar.

b. Sitogenik merupakan pemeriksaan kromosom-kromosomyang didapat dari contoh sample preparat sel darah atau nodus limfe dengan hasil 50-60%. Pada penderita leukemia akut akan ditemukan kelainan berupa kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperplois (2n+a), bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection), terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar samapai yang sangat kecil.

c. Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hitung jenis leukosit dengan hasil terjadinya penurunan nilai eritrosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit, peningkatan nilai LED dan leulosit serta jumlah presentase hitung jenis leukosit.

d. Pemeriksaan darah tepi dengan hasil pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopenia), peningkatan asam urat serum, peningkatan tembaga (Cu) serum, penurunan kadar Zink (Zn), peningkatan kadar leukosit, peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000-200.000 / μl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitife.

e. Pemeriksaan fungsi limbai untuk mendeteksi terjadinya infeksi pada serebrospinal..

F. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “Suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat“ (Wong, D.L, 2004:331).

Berdasarkan studi literatur diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan leukemia antara lain :

1) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.

2) Resiko tinggi infeksi b.d menurunnya system pertahanan tubuh sekunder: gangguan dalam kematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang.

3) Ganguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan jaringan

4) Intoleransi aktifitas b.d penurunan cadangan energi.

5) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

G. Rencana Keperawatan (Intervensi)

Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Berdasarkan diagnosa diatas maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut:

a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.

Tujuan: Kebutuhan akan cairan dapat terpenuhi.

Kriteria hasil: Menunjukan volume cairan adekuat, dibuktikan oleh balance cairan seimbang dalam 24 jam, tanda vital stabil; suhu tubuh 36-37ºC, nadi teraba; berat jenis dan pH dalam batas normal.

Intervensi:

1) Monitor intake dan outpute, hitung keseimbangan cairan dalam 24 jam.

2) Monitor tanda-tanda vital meliputi nadi, pernafasan, tekanan darah, suhu, nadi, dan pengisian kapiler.

3) Kaji adanya keluhan mual dan muntah.

4) Anjurkan klien untuk banyak minum 3-4 liter per hari bila masukan oral dimulai.

5) Berikan terapi cairan IVFD sesuai indikasi.

6) Pantau hasil lab, seperti trombosit, Hemoglobin dan Hematokrit.

b. Resiko tinggi infeksi b.d menurunnya system pertahanan tubuh sekunder: gangguan dalam kematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang.

Tujuan: Mencegah/menurunkan resiko infeksi.

Kriteria hasil: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

Intervensi:

1) Tempatkan klien pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi, hindarkan menggunakan tanaman hidup/bunga potong. Batasi buah segar dan sayuran.

2) Rawat pasien dengan lembut. Pertahankan linen kering/tidak kusut.

3) Observasi suhu tubuh klien.

4) Lakukan kompres hangat pada daerah kening dan lipatan tubuh.

5) Inspeksi membrane mukosa mulut. Berikan bersihan mulut baik. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut sering.

6) Tingkatkan kebersihan parinial.

7) Berikan istirahat tanpa gangguan.

8) Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.

9) Batasi/hindari prosedur invasif bila mungkin.

10) Awasi pemeriksaan Lab seperti hitung darah lengkap, perhatikan apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil.

11) Berikan diet rendah bakteri, missal makanan dimasak, diproses.

c. Ganguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan jaringan

Tujuan : Nyeri dapat hilang/terkontrol

Kriteria hasil: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol. Tampak rileks dan mampu istirahat dengan tepat. Skala nyeri 0-3.

Intervensi:

1) Kaji keluhan nyeri perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10).

2) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal, seperti tegangan otot dan gelisah.

3) Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.

4) Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstermitas dengan bantal/bantalan.

5) Ubah posisi secara periodic dan berikan/Bantu latihan rentang gerak lembut.

6) Latih menggunakan teknik manajemen nyeri, contoh latihan relaksasi nafas dalam dan bimbingan imajinasi.

7) Awasi kadar asam urat

8) Berikan obat sesuai indikasi: analgesik, contoh asetaminofen (tylenol).

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cadangan energi.

Tujuan: Terjadi peningkatan toleransi aktifitas.

Kriteria hasil: Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari sesuai kemampuan. Menunjukan penurunan tanda fisiologis tidak toleran, misal; nadi, pernafasan, dan tekanan darah masih dalam batas normal.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital seperti tekanan darah, pernafasan dan denyut nadi.

2) Perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari. Evaluasi laporan kelemahan.

3) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan.

4) Implementasikan teknik penghematan energi seperti, lebih baik duduk daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi. Bantu ambulasi/aktivitas lain sesuai indikasi.

5) Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antimetik sesuai indikasi.

6) Berikan oksigen tambahan.

Dari kelima diagnosa yang telah ada penulis hanya dapat menuliskan empat intervensi.

H. Pelaksanaan Keperawatan (Implementasi)

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana keperawatan yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L. 2004:331).

Menurut nursalam (2001) ada tiga tahap dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan, yaitu persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap dokumentasi.

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini hal yang harus disiapkam dalam memberikan ASKEP pada pasien leukemia adalah:

1) Review antisipasi tindakan keperwaatan

Tindakan keperawatan disusun untuk promosi, mempertahankan dan memulihkan kesehatan klien. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tindakan keperawatan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya: konsistensi sesuai dengan rencana tindakan, berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah, ditujukan dengan individu sesuai dengan kondisi klien dan sesuai dengan masalah kesehatan klien, digunakan untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dan aman. Memberikan penyuluhan dan pendidikan kepada klien sesuai dengan masalah kesehatan, serta penggunaan sarana dan prasarana yang memadai.

2) Menganalisa dan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

Mengidentifikasi tingkat pengetahuan mengenai perawatan klien dengan leukemia dan tipe keterampilan yang diperlukan untuk tindakan keperawatan. Hal ini akan menentukan siapa orang yang tepat untuk melakukan tindakan keperawatan.

3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul

Prosedur tindakan keperawatan dapat beresiko pada klien. Perawat harus menyaari kemungkinan timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Keadaan yang demikian ini memungkinkan perawat untuk melakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang timbul.

4) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan tindakan keperawatan, antara lain: waktu (perawat harus selektif dalam menentukan waktu tindakan), tenaga (kuantitas dan kualitas tenaga yang ada harus diperhartikan, tidak menutup kemungkinan peran serta keluarga juga diperlukan dalam tindakan keperawatan), alat (perawat harus mengidentifikasi peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan tindakan keperawatan).

5) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif

Keberhasilan tindakan keperawatan sangat ditentukan oleh perasaan klien yang aman dan nyaman. Lingkungan yang aman dan nyaman mencakup komponen fisik atau psikologis.

6) Mengidentifikasi aspek-aspek hokum dan etik

Pelasksanaan tindakan keperawatan harus memperhatikan unsure-unsur hak dan kewajiban klien, kewajiban perawat atau dokter, kode etik keperawatan dan hokum keperawatan.

b. Tahap Pelaksanaan

Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktik keperawatan.

1) Independen yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan intruksi dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Misalnya perawat mengajarkan kepada keluarga klien dengan leukemia untuk melatih melakukan rentang gerak sendi secara rutin.

2) Intrdependen yaitu suatu tindakan yang dilakukan secara kolaborasi yang dilakukan antara perawat dan tim kesehatan lainnya, misalnya dokter ahli, laboratorium dan ahli gizi.

3) Dependen yaitu suatu tindakan dependen yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

c. Tahap Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

I. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien.menurut Nursalim, (2001) tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Ada dua komponen untuk mengevaluasi tindakan keperawatan, yaitu:

1. Evaluasi formatif yaitu tipe evaluasi dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan yang berguna untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Format penulisan pada tahap evaluasi ini menggunakan format “SOAP” .

2. Evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan. Menurut Wong D.L, (2004:596-610) hasil yang diharapkan pada klien leukemia adalah:

§ klien menyerap makanan dan cairan, tidak mengalami mual dan muntah.

§ Klien tidak menunjukan bukti prdarahan

§ Membrane mukosa tetap utuh, ulkus menunjukan tidak adanya rasa tidak nyaman.

§ Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat kemampuasn, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.

Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengertian dari tinjauan teoritis dapat disimpulkan bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan kanker pada organ pembentuk darah.

Hal yang dapat dikaji dalam mengidentifikasi masalah yang timbul akibat dari leukemia adalah Pengkajian Dasar dan pemeriksaan penunjang. Pengkajian dasar meliputi Aktifitas ; adanya keluhan tubuh terasa lemah dan mudah lelah, ketidakmampuan klien untuk memenuhi aktifitas dan latihansehari-hari seperti biasanya, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen. Sirkulasi ; adanya tanda palpitasi, takikardi, murmur pada jantung, kulit atau membrane mukosa pucat dan defisit saraf kranial. Integritas Ego ; adanya perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan, depresi, menarik diri, ansietas dan takut. Makanan/Cairan ; penurunan nafsu makan, adanya keluhan mual/muntah dan penurunan berat badan. Neurosensori ; adanya keluhan pusing, kesemutan, parestesia, otot mudah terangsang dan aktifitas kejang. Eliminasi ; terdapat perdarahan pada sistem eliminasi seperti melena (terdapat darah pada feses). Kenyamanan/Nyeri ; adanya keluhan nyeri pada daerah abdomen dan nyeri pada tulang atau sendi. Pernafasan ; nafas pendek dengan kerja minimal, dispnea, takipnea serta penurunan bunyi nafas. Keamanan ; riwayat infeksi saat ini, perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal, demam, infeki, perdarahan gusi, ptechie, pirpura, epitaksis, pembesaran nodus limfe, limpa dan hati. Sedangkan untuk Pemeriksaan Penunjang meliputi; Biopsi sumsum tulang untuk menemukan sel blast, biasanya pada penderita leukemia akan ditemukan 25% sel blast, penemuan ini untuk memperkuat diagnosis. Biopsi sumsum tulang merupakan pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker yang nantinya dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya sel blast dalam sumsum tulang, biasanya pengangkatan dilakukan pada tulang belakang atau tulang besar. Sitogenik merupakan pemeriksaan kromosom-kromosomyang didapat dari contoh sample preparat sel darah atau nodus limfe dengan hasil 50-60%. Pada penderita leukemia akut akan ditemukan kelainan berupa kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperplois (2n+a), bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection), terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar samapai yang sangat kecil. Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hitung jenis leukosit dengan hasil terjadinya penurunan nilai eritrosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit, peningkatan nilai LED dan leulosit serta jumlah presentase hitung jenis leukosit. Pemeriksaan darah tepi dengan hasil pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopenia), peningkatan asam urat serum, peningkatan tembaga (Cu) serum, penurunan kadar Zink (Zn), peningkatan kadar leukosit, peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000-200.000 / μl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitife. Pemeriksaan fungsi limbai untuk mendeteksi terjadinya infeksi pada serebrospinal.

Dari pemeriksaan dan pengkajian yang dilakukan terdapat beberapa diagnosa yang mungkin timbul yaitu Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik. Resiko tinggi infeksi b.d menurunnya system pertahanan tubuh sekunder: gangguan dalam kematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang. Ganguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan jaringan. Intoleransi aktifitas b.d penurunan cadangan energi. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Dalam perencanaan Tindakan keperawatan hendaknya berdasarkan masalah keperawatan yang muncul dan sesuai proritas masalah. Sehingga dalam pelaksanaan tindakan keperawatannya tidak terjadi kesalahan pemberian asuhan keperawatan yang dapat merugikan pasien dan perawat. Pelaksanaan rencana keperawatan terbagi kedalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap dokumentasi. Tahap persiapan meliputi review antisipasi tindakan keperawatan, menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang dipelukan, mengetahui komplikasi yang timbul, mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif dan mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik. Tahap pelaksanaan meliputi pelaksanaan secara independent, interdependen dan dependen. Tahap pendokumentasian yaitu pencatatan dari setiap tindakan yang telah dilakukan.

Pada tahap evaluasi dilihat efek atau respon dari tindakan tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi ini ada yang bersifat formatif dan ada yang bersifat sumatif. Evaluasi formatif adalah tipe evaluasi dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan yang berguna untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Format penulisan pada tahap evaluasi ini menggunakan format “SOAP” . sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.

B. Saran

1. Dalam penulisan atau membaca literature hendaknya tidak terpaku hanya pada satu literature saja.

2. Tidak takut untuk mencoba menulis sebuah karya.

DAFTAR PUSTAKA

Ramahdani,Nurlaila. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn.N Dengan Leukimia akut diruang inap Lt.V RSUD Budi Asih. Jakarta

Junaidi, purnawan, dkk. (1992). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2.jakarta: Media Aesculaptius FkUI

Doenges,marylynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Nursalam. (2001)proses dan dokumentasi keperawatan, Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba

Underwood, 2000, J.C.E.(2000). Patologi. Edisi 2. volume 2.jakarta: EGC