Minggu, 05 Juli 2009

fenomena free seks di kalangan remaja

FENOMENA FREE SEKS DIKALANGAN REMAJA JAKARTA

1. Kependudukan Jakarta

Ibu kota Jakarta merupakan kota metropolitan yang begitu padat. Banyak penduduk daerah meninggalkan tempat tinggal mereka untuk mengadu nasib di Jakarta. Jakarta di pandang sebagai surga untuk mencari penghidupan yang lebih baik, arus urbanisasi dari tahun ketahun mengalami peningkatan-peningkatan yang cukup signifikan hal ini menimbulkan peningkatan kepadatan penduduk di Jakarta.jumlah penduduk jakarta menurut badan pusat stastistik (BPS) pada tahun 2009 mencapai 8.839.247 jiwa. Berikut di bawah ini jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan umur dan jenis kelamin. Hampir 12 persen dari jumlah penduduk DKI Jakarta adalah remaja.

Kelompok umur


Laki-laki
Male

Perempuan
Female

Total
Total


0-4

364,057

350,508

714,565


5-9

366,009

350,138

716,147


10-14

353,062

375,802

728,864


15-19

358,987

426,285

785,272


20-24

485,929

549,923

1,035,852


25-29

505,945

536,794

1,042,739


30-34

451,377

445,717

897,094


35-39

416,885

356,711

773,596


40-44

307,293

307,977

615,270


45-49

244,639

230,399

475,038


50-54

201,932

186,628

388,560


55-59

132,016

130,224

262,240


60-64

88,452

77,440

165,892


65-69

59,524

57,523

117,047


70-74

33,549

41,589

75,138


75+

21,090

24,843

45,933


Total

4,390,746

4,448,501

8,839,247


(C) 2009 Data Statistik Indonesia

2. Free seks

Kebebasan seks yang dominan disebut sikap seksual yang negatif sudah sekian lama menggerogoti moral dan nyawa masyarakat kita, yang selama hidupnya ‘katanya’ mereka (berlabel) Islam. Masyarakat seharusnya takut dengan berbagai macam penyakit psikosomatik dan penyakit rohani yang akan diderita akibat free sex ini.Apa yang melatar belakangi free sex ini, Apa akibatnya dan bagaimana tindak lanjut seharusnya dalam mengatasi free seks ini sudah sering dibahas oleh para psikolog ini?

Kalau menurut dunia barat, memang free seks ini tidak seberapa dilarang. Malah sekarang dunia barat percaya akan keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual dengan jalan membuang kekangan-kekangan tradisional. Karena memang kenyataan kalau orang barat itu lebih menyukai kebebasan seksual. Mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius. Mereka mengklaim bahwa moral-moral baru zaman sekarang ini bukan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan filosofis, tetapi juga dalam alasan ilmiah.

Saat ini, apa yang sedang berkembang pesat di barat, juga berkembang pesat di masyarakat kita ini. Yaitu seksual negatif baik yang tradisional maupun yang modern.
Dan kalau ‘pagar pencegah’ yakni agama dan moral tidak digunakan untuk mengantisipasi pola seksual free seks, maka masyarakat akan rusak dan berpenyakit, baik itu secara jasmani maupun rohani dan batiniah. Berbagai macam masalah pula akan timbul dibelakangnya.

Seks bebas, adalah pola perilaku seks bebas dan tanpa batasan, baik dalam bertingkah laku seksnya maupun dengan siapa dia berseks ria. Sungguh suatu perilaku yang lebih rendah daripada tingkah laku binatang. Manusia memang seperti itu. Di sini, dapat diartikan juga bahwa anjuran pembebasan seksual manusia dari kekangan moral tradisional berarti pernyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang jelek, buruk, ataupun hina, yang dapat timbul dari seks. Anjuran ini tidak menerima pembatasan apa pun dalam seks selain dari batas alami seperi dalam hal makan dan minum, nafs belaka.

Barat dengan mudah menyemarakkan program seks bebasnya di bumi kita tercinta ini, karena ghirah keagamaan dalam tiap individu mudah luntur. Apalagi keyakinan agama yang menempel tadi hanya sekadar menempel secara turunan orang tua, tidak melalui pencarian dan penggunaan rasio dalam berkeyakinan. Agama dalam diri kita harus dipenuhi cahaya iman, taqwa dan ilmu. Sehingga tidak mudah luntur dan terseret ke dalam lembah hitam

Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Dalam hubungan ini, Jersild (1978) menulis, “Jika remaja bercerita tentang kegiatan seksual mereka, maka mereka banyak membela diri dengan komentar “Everybody does it.”.

3.Remaja dan free seks

Sudah menjadi maklum, remaja memang sosok yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Kenapa?. Remaja masa adalah masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan.

Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua.

Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptif yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (PMS).

Pada akhir masa kanak-kanak yang mendominasi pembentukan kemampuan kognitif dan sosial, rasa keingintahuan sangatlah kuat. Bila keinginan tersebut selalu dibatasi oleh orang tua, maka anak semakin berontak sehingga terjadilah perilaku Free Sex. Memperhatikan pola dan gaya hidup kaum muda saat ini, sungguh telah berada dalam kualitas moral yang sangat memprihatinkan. Norma-norma budaya dan agama diabaikan begitu saja sampai batas yang sangat akut, demi sekedar untuk merengguh predikat ‘generasi modern’. Hampir semua budaya modernitas dengan ideologi liberalisme-nya --- diusung ke dalam seluruh ruang kehidupan. Tidak sejengkal pun disisakan untuk memberi ruang bagi tumbuhnya etika religius dan etika kultural lokal.
Salah satu budaya modernitas yang saat ini menjadi trend gaya hidup (life style) kaum muda adalah budaya seks bebas atau free sex. Bahkan jika ada sekelompok kaum muda yang gagap dengan budaya yang satu ini dianggap kuno atau ketinggalan jaman. Sampai “pacaran tanpa seks” dinilai hambar. Siapapun yang terjun dalam dunia pacaran berarti menyiapkan diri untuk terjun ke dunia “seks pra nikah”.

Saat ini, seks pra nikah di sebagian kalangan pemuda -baik pelajar ataupun mahasiswa- bukanlah hal yang tabu lagi. Yang terpenting bagi mereka adalah berusaha semaksimal mungkin -meski aktif melakukan hubungan seks (pra nikah) tetapi- tidak hamil. Dan di kalangan yang ‘kebetulan’ tidak melakukan perilaku seks bebas pun, tidak serta-merta memiliki pandangan bahwa seks bebas merupakan hal yang ditabukan. Tetapi lebih dipandang sebagai pilihan pribadi atau hak individu. Karena itu ‘seks bebas’ dalam kacamata kelompok ini tidak dapat dipandang sebagai ‘budaya menyimpang’.

Hubungan seksual di kalangan kaum modern ini lebih dipandang sebagai hal yang alamiah belaka. Karena itu, libido seksual pun dipandang sebagai reaksi biologis semata, yang bila perlu disalurkan di mana saja dan kapan saja tanpa harus ada ritus-ritus sakral, baik dalam perspektif budaya atau lebih-lebih perspektif agama. Bahkan tidak sedikit yang menjadikannya sebagai simbol kemodernan.

Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pembenar berkaitan dengan munculnya budaya fee sex di kalangan pemuda. Pertama, rapuhnya jalinan kasih-sayang dalam institusi keluarga. Tidak sedikit orangtua di era kekinian yang lebih sibuk dengan urusan pribadinya masing-masing atau lebih berorientasi materialistik. Perhatian dan kasih-sayang terhadap anak kerap lebih diaktualisasikan dengan pemenuhan kebutuhan biologis/fisik sang anak tanpa mempedulikan kebutuhan psikologisnya.
Karena itu, seks bebas sejatinya tidak hanya disebabkan oleh tingginya tingkat libido generasi yang baru mengalami pubertas ini, tetapi juga akibat dari kesalahan menerjemahkan makna kasih sayang di antara sesama. Hal ini adalah akibat dari kurangnya pendidikan dalam keluarga. Kaum muda akhirnya lebih mencari makna sendiri di luar secara sepotong-sepotong (parsial) dan kemudian dianggapnya yang paling sempurna.
Kedua, pengaruh budaya asing yang tidak sejalan dengan budaya bangsa dan agama –yang justru disebarluaskan oleh berbagai media massa dan elektronik. Termasuk juga dengan begitu mudahnya mengakses situs-situs porno di internet. Globalisasi media merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan begitu mudahnya budaya-budaya asing masuk ke dalam ruang kehidupan keluarga yang tidak dapat di filter lagi.
Ketiga, rapuhnya pendidikan moral dan agama di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Kerap kali orangtua lebih mengedepankan pemenuhan kebutuhan material daripada immaterial bagi anak-anaknya. Pendidikan moral dan agama lebih dipercayakan kepada lembaga pendidikan (sekolah) yang berlangsung hanya beberapa jam saja. Termasuk juga lingkungan masyarakat yang kian apatis terhadap perilaku menyimpang yang terjadi dalam anggotanya. Masyarakat sebagai lembaga kontrol sosial tidak berjalan dengan semestinya.

Menurut hasil survey sebuah lembaga pada tahun 2005-2006 sekitar 47,54 persen remaja jakarta telah melakukan hubungan seks dan pada tahun 2008 naik mencapai hampir lebih dari 53 persen atau sekitar 416.194 jiwa, perilaku seks ini telah menurunkan moral remaja saat ini, selain itu free seks telah menaikan angka kehamilan yang tidak di inginkan dan meningkatkan penyebar luasan penyakit menular kelamin. Angka kehamilan yang tidak di inginkan mencapai 353.764 jiwa dari jumlah remaja yang telah melakukan hubngan seks atau sekitar 85 persen jumlah remaja yang telah melakukan hubungan seks hamil. Dan menurut data departement kesehatan jumlah warga di DKI Jakarta yang diketahui mengidap HIV/AIDS hingga tahun 2009 mencapai sekitar 3.052 orang.

4. Dampak Free Seks Bagi Kesehatan Fisik Dan Psikologis Remaja

Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal, pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US dolar dan disyahkan oleh undang-undang

Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion).

Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.

Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat..

5. Peran Orang Tua Dalam Penanganan Perilaku Free seks

Dilihat dari faktor terjadinya perilaku free seks, peran serta orang tua yaitu menciptakan kenyamanan dan kasih sayang di dalam keluarga, kekosongan kasih sayang dari keluarga membuat sang anak mencari kesenangan diluar rumah dan lebih senang beraktifitas di luar rumah, selain itu kurangnya kontrol keluarga pada anak terhadap media(situs porno) yang kurangmemperparah keadaan ini. Kondisi seperti ini beresiko terjadinya pergaulan bebas. Penanaman nilai-nilai agama di dalam keluarga akan memberikan dampak positiv terhadap karakter dan kekuatan diri dalam melawan arus pergaulan yang cenderung bebas yang akan berdampak pada kemerosotan moral diri anak.

Untuk itu, dalam usaha merebaknya budaya seks bebas di kalangan kaum muda sangat diperlukan penanganan yang koordinatif dan sistematis. Keluarga tidak dapat semata-mata menyalahkan media sebagai penyebar budaya masif tersebut ataupun pemerintah yang seakan cuek dengan kian merapuhnya kualitas moral generasi muda. Keluarga sebagai institusi yang paling fundamental perlu juga lebih meningkatkan kualitas pendidikan moral dan religi agar para generasi muda memiliki bekal yang kuat sebelum melangkah jauh menapaki alam sosial yang lebih luas.

Maka, pihak orang tua yang seharusnya pertama kali berkiprah menjadi hakim di tengah pergulatan budaya kaum muda ini.
” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan…” (At-Tahrim : 6)

6. Sikap Remaja Terhadap Free Seks

Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama.

Sebagaimana apa yang diperingatkan Alloh dalam surat An-Nur: 21:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan) menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan Rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki... (An-nuur (24):21)

Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya. Masa remaja memang sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai bacaan porno, melihat film-film porno. Semakin bertambah jika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, sentuhan, dan lainnya. Hal ini akan mendorong remaja terjebak dengan kegiatan seks yang haram.

Perawatan organ reproduksi tidak identik dengan pemanfaatan tanpa kendali. Sistem organ reproduksi dalam pertumbuhannya sebagaimana organ lainnya, memerlukan masa tertentu yang berkesinambungan sehingga mencapai petumbuhan maksimal. Disinilah letak pentingnya pendampingan orang tua dan pendidik untuk memberi pemahaman yang benar tentang pertumbuhan organ reproduksi. Pemahaman remaja berkaitan dengan organ reproduksinya tentunya ditanamkan sesuai dengan kadar kemampuan logika dan umur mereka. Dengan demikian remaja tidak akan cemas ketika menghadapi peristiwa haid pertama, melewati masa premenstrual syndrome dengan aman, memahami hukum fiqh terkait dengan haid serta peristiwa lain yang mengiringi masa pubertas remaja.

Remaja juga harus bisa menjaga diri (isti’faaf). Hal ini mampu dilakukan pada remaja yang mempunyai kejelasan konsep hidup dalam menjalani hidupnya. Orang tua sejak usia dini harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Alloh menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan pendidik akan menghindarkan dari pergaulan bebas, komitmen terhadap aturan Alloh baik dalam aurot (pakaian), pergaulan antar lawan jenis, menghindari ikhtilath dan sebagainya.

7. Model Konsep

Dari pemaparan diatas,fenomena tersebut masuk kedalam teori BLOOM. Dalam Teori BLOOM terdapat 3 (tiga) unsur dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, pertama (1) Kondisi lingkungan, (2) Pelayanan Kesehatan dan (3) Sikap dan Perilaku.

Kondisi lingkungan yang buruk seperti pergaulan yang bebas mengakibatkan remaja cenderung berpola hidup tidak sehat, Free seks salah satunya. Tidak ada keuntungan yang dapat diambil dalam prilaku seperti itu, justru keburukan yang diperoleh dalam prilaku seperti tersebut, PMS, peningkatan angka kehamilan diluar nikah dan aborsi.

Pelayanan kesehatan yang tidak baik juga mempengaruhi tingkat kesehatan suatu masyarakat, semakin baik pelayanan yangdi berikan maka akan semakin baik pula tingkat kesehatan suatu masyarakat.

Sikap dan perilaku terbentuk dari kondisi suatu lingkungan yang di jalani oleh individu. Semakin bagus kondisi lingkungan maka semakin bagus pula sikap dan prilaku individu tersebut dan hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan individu tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar